Kita pasti sering membaca komik. Baik di majalah, koran atau pun dengan membelinya. Banyak orang yang memandang komik sebagai suatu karya picisan. Tapi para penggemar komik nampaknya tak begitu ambil pusing mengenai hal itu. Karena dalam komik, cerita dapat menjadi prioritas kedua setelah gambar….meski beberapa ada yang memandang gambar nomor dua, yang penting ceritanya. Kebanyakan yang memandang seperti ini karena sudah bosan dengan gambar yang monoton
Tapi dalam tulisan kali ini akan membahas gambarnya bukan jalan ceritanya. Jadi, gambar dan cerita memang menduduki posisi penting. Kalau jelek, daya tariknya kecil. Oleh sebagian orang, membuat komik dianggap lebih sulit daripada membuat, misalnya, novel. Ini kalau dilihat secara gampangan. Jika seorang penulis ingin membuat suatu buku yang berupa karya fiksi, penulis itu hanya memerlukan ide untuk mengarang dan menuliskannya dalam bentuk yang dia inginkan. Setelah jadi, karangan itu disetorkan ke penerbit. Jika oke barangkali langsung dicetak dan dipasarkan. Dalam prakteknya mungkin tak semudah itu. Tapi begitulah kira-kira garis besarnya.
Dalam proses pembuatan komik, langkah semacam itu boleh dikata baru langkah awal. Bikin satu judul komik saja langkahnya begitu panjang. Dan sangat tak mudah menerjemahkan suatu karya prosa ke dalam bentuk komik. Namun kadangkala pembuatan komik langsung dari pengarangnya dituangkan langsung dalam bentuk gambar dan tidak melalui proses penulisan jalan cerita dalam bentuk prosa
DUA CARA DAN DUA JENIS
Dilihat dari cara pembuatannya, ada dua cara pembuatan komik. Komik ada yang dibuat secara sederhana. Ada pula yang membutuhkan keahlian khusus. Komik sederhana biasanya terdapat dalam koran atau majalah. Jenis ini diberi nama komik strip. Komik ini panjangnya dari yang hanya satu baris gambar (di koran dan biasanya 4 kolom), Ceritanya sendiri biasanya “ringan”. Kebanyakan berupa humor yang ada disekitar kehidupan kita, namun isinya kadang menggelitik yang berisi kritik sosial terhadap masalah sosial yang ada.
Bentuknya bisa berupa komik bersambung atau sekali selesai, contohnya kobo-chan. Pengarang dan penggambar dapat membuat komik macam ini secara bebas, tanpa harus memikirkan segi bisnis. Tak jarang pengarang dan penggambar dirangkap oleh satu orang. Biasanya sih tak berwama. Jika ada warna, maka yang dipakai hanya beberapa jenis wama saja. Kalau toh ada warna, tidak memerlukan teknik yang rumit. Pendeknya, biaya pembuatannya relatif murah, sementara waktu pembuatannya singkat.
Tipe komik lainnya adalah yang pembuatannya lebih rumit. Komik macam ini biasanya ditujukan untuk dipasarkan dalam bentuk buku tersendiri. Meski sebelumnya dimuat dalam satu majalah komik yang isinya 5-6 judul komik yang memuat 2-3 chapter contoh yang terbit di Indonesia adalah nakayoshi dan shonen magz. Jadi, dalam pembuatannya, segi bisnis sangat dipertimbangkan. Diperlukan perencanaan yang sangat matang. Sehingga, mereka memerlukan orang yang benar-benar ahli dalam bidangnya untuk bekerja sama dalam membuat satu juduI komik.
Kalo di Indonesia komik strip yang populer adalah om pasikom dan kartun beny & mice yang keduanya terbit di kompas, walaupun sekarang keduanya sudah diterbitkan dalam bentuk buku yang merupakan kumpulan dari strip-strip yang pernah diterbitkan sebelumnya. Keduanya merupakan hasil karya anak bangsa yang isinya kebanyakan kritik sosial budaya yang ada disekitar kita
TENAGA ARTISTIK
Ceritanya dibuat agak kompleks dan lebih menarik. Komik yang dikeluarkan ada yang hanya terdiri dari beberapa judul saja, dan pengarangnya tak ada batas waktu buat menyelesaikannya, menamatkan cerita itu maksudnya. Malahan, kalau kehabisan cerita, ia tak perlu melanjutkannya, contoh yang terbit di Indonesia adalah flash of wind yang baru dilanjutkan lagi setelah terhenti beberapa tahun. Tetapi, ada juga yang terbit secara rutin. Dapat bertahan selama bertahun-tahun, contohnya detektif conan (Sejak masih SMP sekarang semester 8 kuliah belum kelar juga) . Perusahaan komik macam ini dapat berubah menjadi sebuah industri. Tak seperti komik strip, pembuatan komik ini membutuhkan pekerjaan yang intensif dan rnembutuhkan banyak waktu dan tenaga. Jika dalam komik strip hanya dibutuhkan seorang atau dua orang, maka komik jenis ini membutuhkan lebih banyak lagi pekerja. Pertama adalah penulis. Kedua, tenaga artistik. Tenaga artistik ini terdiri dari pembuat sket, pemberi tinta, pemberi warna jika dibutuhkan. Ketiga, tenaga editor alias penyunting. Dalam haI ini, penulis belum tentu merupakan penggagas cerita. Kadang penulls hanya menerjemahkan suatu ide seseorang. Penulis juga tidak memegang hak mutlak cerita yang dibuatnya. Bahkan cerita asli yang dibuat dapat diubah-ubah oleh tim pembuat komik tersebut. Jadi dalam hal ini, penulis dapat dikata kan bertugas sebagai penulis naskah. Yang bertugas sebagai sutradara” di sini adalah para penggambar sket. Kadang para penggambar ini lebih dari satu orang. Mereka mempunyai hak untuk menerjemahkan naskah tadi ke bentuk visual. Tentu sesuai dengan imajinasi dan sudut pandang mereka untuk menghidupkan naskah tadi dalam komik. Si sutradara juga dibantu oleh sejumlah asistennya
ALUR KERJA
Bagaimanakah alur kerja alias proses pembuatan sebuah komik? Pertama-tama yang harus dimiliki adalah naskah sebuah komik. Kalau yang ingin dibuat adalah komik sederhana atau strip, kita dapat membuat naskah sekehendak kita sendiri. Tetapi, bagi para perusahaan komik profesional, mereka harus mengadakan rapat terlebih dahulu. Penulis dan editor bertemu buat membicarakan cerita yang akan dibuat. Setelah mendapat ide, mereka menulis plot, mengadakan rapat, dan merumuskan inti cerita. Semua ini buat bekal penetapan garis besar cerita yang akan disodorkan pada ilustrator. Kadang pekerjaan menulis dan membuat ilustrasi dirangkap oleh satu orang. Cara ini dianggap lebih memudahkan kerja. Tapi banyak yang sebaliknya. Penulis hanya membuat plot cerita. Lantas ada penulis lain yang melengkapinya. Sehingga, cerita dapat dibuat lebih rinci. Nah, setelah mempunyai naskah, penggambar atau pembuat sket menggambar sekaligus membuat keputusan, berapa besar ukuran kotak dalam setiap halaman. Kan dalam satu halaman akan banyak adegannya. Lantas, iajuga menentukan, dari sudut pandang mana gambar itu akan dilihat. la harus bisa menerjemahkan naskah ke dalam bahasa gambar. Gambar-gambar menentukan jalan cerita, penampilan komik itu, sekaligus mempengaruhi daya jual komik itu. Hasil gambarnya akan dievaluasi oleh ilustrator dan redaktur naskah yang lain. Rancangan itu dinilai dari segi gambar dan penerjemahan alur cerita. Kalau dianggap baik, barulah dilanjutkan dengan langkah berikutnya. Gambar yang masih pakai pensil tadi dikembalikan ke penulis. Penulis akan memasukkan dialog-dialog dan juga keterangan. Bahkan efek suara dan menggambarkan panel tempat menuliskan kata-kata tersebut. Halaman yang sudah diberi kata-kata lalu diberikan kepada peninta (pemberi tinta). Pemberi tinta ini bisa saja orang yang sama dengan penggambar. Karena itu, pembaca komik yang sudah bangkotan akan bisa membedakan, apakah sebuah komik itu dikerjakan oteh satu kru atau tidak. Hanya dengan memperhatikan gambar dan tulisannya. Halaman yang sudah ditinta, setelah mendapat persetujuan dari editor, lantas difoto copy. Lalu disesuaikan besarnya dengan ukuran komik yang akan dibuat. Meski komik Jepang kebanyakan tidak berwarna hal itu tidak akan mengurangi nilai seni dan jual.
INTINYA
Pertama pengarang menentukan jalan ceritanya kemudian membuat sket awal dengan pensil berikut dialognya, kemudian mendiskusikan dengan editor untuk membuat persetujuan jalan ceritanya, setelah setuju, bagi pengarang yang sudah kawakan dan komiknya best seller pekerjaan selanjutnya diserahkan kepada asisten…..semisal Eichiro Oda, dia akan menyerahkan pengambaran karakter Luffy kepada asistennya yang memang bertugas hanya menggambar Luffy dan tidak yang lain, setelah semua karakter digambar oleh masing-masing asisten, giliran background kemudian penebalan dengan tinta, saat proses itu berlangsung pengarang mencari ide baru lagi sehingga komik Jepang bisa terbit rutin mingguan sebanyak 1 (satu) chapter yang biasanya berisi 17-19 halaman. Kalau pengarang itu tergabung dalam Shonen Jump maka komiknya akan secara berkala terbit mingguan di majalah populer di Jepang, setelah terkumpul sekitar 9-10 chapter maka komik itu bisa terbit secara independent dan terlepas dari shonen jump.
RISIKO MAHAL
Dilihat dari banyaknya tenaga kerja yang terlibat dan alat yang digunakan, bisa diduga bahwa pembuatan komik memerlukan biaya produksi yang tak sedikit. Risikonya, harganya bisa mahaI. Maka komik Jepang mempunyai gaya tersendiri dengan tidak memainkan warna, beda dengan komik amerika atau eropa yang full color dengan biaya produksi yang lebih tinggi. Jumlah eksemplar yang diterbitkan juga dipertimbangkan. Pendeknya, jangan sampai kebanyakan dan tak laku. Cetak ulang hanya dimungkinkan jika permintaan pasar sangat besar.
Cara pembuatan komik profesional ini telah dilakukan bertahun-tahun. Tidak di Indonesia, tentunya. Melainkan di negara-negara maju. Misalnya Amerika dan Jepang. Dengan fasilitas dan ketrampilan yang memadai, komik bukan lagi menjadi sebuah karya picisan. Dan dengan kelengkapan teknik promosi yang hebat. jadilah komik sebuah industri besar. Produknya laku bagaikan kacang goreng. Saat ini, komik-komik asing telah “menyerbu’ Indonesia. Dan bisa dibilang laku keras. Sementara komik Indonesia sangat sedikit jumlahnya. Itu pun harus dikatakan kualitasnya jauh dari memadai. Kapankah kita mempunyai komik keren yang setara dengan komik-komik asing? Adakah sebagian dari kita, penduduk yang berjumtah 180 juta jiwa ini, yang ingin memulainya?
Begitulah….kalo semisal ada yang kurang tinggalin comment yah dibawah ini
Tags: Anime, Coretan