Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

January 2015 ~ PIECE BL☼G

Tuesday, January 20, 2015

Summit 62 - Complex Summer Bumper

Summit 62 - Complex Summer Bumper





In today's Summit we're going to use C4D and integrating it with After Effects. We'll use these two programs to cut down render times and create "complex" animation.

First we will create a simple scene to get a base. Then we will use the Camera Object to shortcut your animation to the next level. You might have seen this style on networks like Nickelodeon or Cartoon Network. Create kid friendly dynamic animations - or at least get you started with today's Summit!

Thanks for checking out the channel and Happy New Year!

If you'd like to see more crazy fun effects please Subscribe, Like, Share, Comment or make something you love! Thanks!

----------------------------------------
­---------------

If you're looking to free yourself from the Graph Editor and get over 20 badass tools too help your motion graphics and animations check out a script I wrote called Motion2. A tool/script/workflow to help speed yours!

AVAILABLE NOW - CHANGE THE WAY YOU ANIMATE!
http://www.mtmograph.com/motion/

Subscribe for unique tutorials coming soon! Like my videos? Hate my videos? Let me know, I'm happy to help if you've got questions.

Get your learn on,
Matt Jylkka

Renting Vs. Buying Lenses & Working With a DP!

Prepping for a Short Film


Teknologi Gerakan Mata Pengganti Layar Sentuh

Revolusi teknologi saat memasuki abad 21 banyak kejutan baru. Saat kita mungkin masih 'nyaman' dengan teknologi layar sentuh, tak lama lagi hanya dengan gerakan mata semua eksekusi pada gadget bisa dilakukan dengan mudah.

Teknologi antarmuka yang disebut The Eye Tribe ini, dibuat oleh mahasiswa PhD dari IT University of Copenhagen.
thenextweb.com
Teknologi The Eye Tribe melacak mata untuk mengontrol perangkat dengan akurasi sama dengan ujung jari. Ini berkat keajaiban temuan mereka yang dinamai Ssubmilimeter Pupil Tracking.

Dengan memakai teknologi infrared, algoritma khusus The Eye Tribe bisa melacak letak pupil mata pengguna, seakurat saat jari menyentuh layar tablet. Bedanya, gerak mata lebih cepat dari pada gerak jari.

Ternyata, pupil kita sama seperti sidik jari, khas dan tak ada yang memiliki corak yang sama. Sehingga, pandangan mata bisa dijadikan sarana untuk masuk (log in) pada setiap akun.

Dengan The Eye Tribe, memungkinkan mata mengontrol perangkat dan memungkinkan navigasi handsfree pada website, game dan aplikasi. "Apa yang kami tunjukkan saat ini hanyalah puncak gunung es dari apa yang bisa dilakukan dengan kontrol mata," kata pendiri The Eye Tribe, Sune Alstrup Johansen. The Eye Tribe ingin menyediakan teknologi kontrol mata untuk perangkat konsumen pasar massal dengan menjual lisensi teknologi bagi produsen.

Kisah tujuh tahun
The Eye Tribe dimulai tujuh tahun saat empat pendiri bertemu di jurusan IT University of Copenhagen. Mereka berambisi membuat kontrol mata bisa tersedia untuk semua orang dengan harga terjangkau. Setelah menyelesaikan PhD empat pendiri mereka membeli IP dari Universitas dan membentuk The Eye Tribe.

Mereka tampil dalam ajang StartupBootcamp Eropa 2011. Setahun kemudian menerima investasi dari investor swasta Eropa sebesar US $ 1 juta. Pemerintah setempat juga ikut mendanai sebesar US $ 4,4 untuk mengembangkan kontrol mata pada perangkat mobile.

Dengan temuan baru ini, maka interface perangkat akan berubah banyak. Pengembang game, aplikasi dan software bisa memakai The Eye Tribe untuk menggunakan teknologi ini. Software Development Kit (SDK) bagi pengembang akan datang ke Android pada Juni nanti.

Dalam situsnya, mereka mendemonstrasikan main game Fruit Ninja dengan sapuan mata. Mereka juga mengatakan akan meluncurkan tablet Android yang bisa langsung digunakan dengan kontrol mata. Namun tak disebut spesiifikasi, kapan dan berapa harga yang akan dibandrol.

Monday, January 19, 2015

Materi Workshop Film


MATERI WORKSHOP FILM
  • Pengertian dan sejarah film
            Pengertian film dari kamus bahasa Indonesia. Yang pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Yang kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif. Meskipun kini film bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam media digital.
            Film pertama Indonesia “Darah dan Doa” yang di sutradarai oleh Usmar Ismail. Hari pertama syuting darah dan doa di tetapkan menjadi hari perfilman nasional yaitu tanggal 30 Maret 1950 dan Usmar Ismail adalah bapak perfilman Indonesia.

  • Mengapa kita membuat film? (Tujuan Membuat Film)
Ada banyak alasan orang untuk membuat film. Karena tugas, atau karena keinginan dari hati atau biar keliatan keren. Masing-masing orang punya alasan tersendiri mengapa dia membuat film dengan ide mereka masing-masing dan tujuan masing-masing.

  • Jenis-jenis film
1.     Fiksi                      : Film imajinasi, fantasi.
2.     Dokumenter      : Realita dan fakta.
3.     Eksperimental   : Abstrak yang sifatnya tehnis.
4.     Animasi               : Kartun, 3D

  • Genre film
1.     Drama
2.     Komedi
3.     Horror
4.     Action
5.     Musikal
6.     Petualangan
7.     Thriller
8.     Dll…


  • Tahap-tahap dalam produksi film
Development 
Biasa di sebut juga pengembangan, tahapam ini membahas tentang ide, synopsis, treatment dan scenario.
Melibatkan Sutradara, produser dan penulis scenario
Pra-produksi 
Membahas tentang kesiapan equipment, lokasi, budgeting, schedule, casting dll. Yang melibatkan semua crew inti dari tiap department
Produksi
Shooting. Melibatkan semua/seluruh crew inti, assisten, unit produksi dll.
Pasca-Produksi
Melibatkan editor, ass.editor, computer grafik, sound desiner, pemusik, unit, sutradara dan produser.
Distribusi
Menyangkup semua hal tentang penyaluran hal-hal untuk siap di tayangkan, menyangkup promosi dll.
Eksebisi 
Penayangan di beberapa tempat, baik itu bioskop (Theaterical Release) maupun di ajang-ajang festival baik itu kompetisi ataupun eksebisi. Sedangkan pada golongan non theatrical release berupa penayangan dalam bentuk home video (DVD, VCD, Video on demand, Internet, Transportasi, Kampus-kampus dll..)


  • Bahasa suara (Audio)
Bahasa suara di dalam film tidak selalu berkonotasi dengan dialog, sebab kalau kita pernah menonton film horor, maka bisa jadi kita dapat ketakutan padahal yang berbunyi adalah derit pintu ataupun hanya suara angin.
Lalu kapan suara, terutama dialog dapat digunakan ?
Bila melihat teori produksi film klasik dalam menggunakannya, maka suara dapat digunakan bila :
-Gambar Tidak Lagi Efektif.
Misalkan kita membuat sebuah gambar laki-laki yang terlihat sedih, maka selama apapun kita memperlihatkannya kepada penonton, maka penonton hanya akan menebak-nebak mengapa dia bersedih. Inilah yang dimaksud bahwa gambar tidak lagi efektif untuk menyampaikan pesan. Maka suara dapat dimasukkan misalnya, “Apa salahku sayang, hingga engkau sudi meninggalkanku ?”. Dengan cepat penonton bisa menebak bahwa lelaki tersebut sedang bersedih karena patah hati.
-Gambar Tidak Lagi Efisien.
Misalnya, film Wiro Sableng di mana pada sequence awal penonton disuguhi adegan-adegan mendetil yang menjelaskan siapa sebenarnya Wiro Sableng, mulai dari bapak-ibunya maupun nenek yang juga sekaligus gurunya, Sinto Gendeng.
Pada pertengahan film, Wiro Sableng berkelahi dengan Tapak Gajah yang akhirnya dapat dikalahkannya. Dalam keadaan sekarat, Tapak Gajah bertanya siapa sesungguhnya Wiro Sableng karena dia mengenal sekali jurus-jurus yang digunakan.
Bayangkan kalau penonton harus disuguhi lagi sebuah flashback adegan-adegan awal, selain durasi film yang akan bertambah panjang, juga akan membuat informasinya tidak efisien (bertele-tele). Padahal akan lebih fungsional bila dibuat adegan Wiro Sableng menjawab : “Aku adalah murid Sinto Gendeng”.

-Sebagai Penunjang Realitas Gambar.
Misalkan ada sebuah gambar jalan raya, maka agar realitasnya harus ada suara mobil, motor maupun atmosfir lainnya.
Selain teori produksi film dalam membahas penggunaan suara, maka ada fungsi lain dalam menggunakan suara yaitu :
·        Pembentuk Ruang
Misalkan gambar yang diperlihatkan penonton adalah sebuah ruang kelas, maka ketika suara atmosfer yang diperdengarkan adalah suara deburan ombak, maka penonton akan berasumsi bahwa sekolah tersebut ada di dekat pantai.
·        Pembentuk Waktu
Misalkan gambar yang diperlihatkan penonton adalah sebuah perkampungan pada malam hari, maka ketika diperdengarkan suara ayam berkokok, maka penonton akan berasumsi bahwa pada saat itu sekitar jam setengah tiga pagi.
Contoh lain, adegan yang diperlihatkan penonton adalah seorang ibu yang sedang menyulam, maka ketika suara yang diperdengarkan adalah dentang bel dua kali, maka penonton akan berasumsi bahwa pada saat itu jam dua.
1.     Pembentuk Suasana & Dramatik.
Suara bisa menambah suasana, sebenarnya sering dilakukan oleh para pembuat film pemula, yaitu dengan menggunakan musik. Sayangnya seringkali penggunaannya tidak proporsional alias kebablasan. Namun sesungguhnya dalam membentuk suasana tidak selalu suara musik yang dapat digunakan, efek suara seperti angin juga dapat membentuk suasana sejuk ketika gambar yang diperlihatkan adalah pegunungan dan hamparan hijau sawah. Sedangkan untuk menambah dramatisasi, seperti yang dicontohkan di awal pembahasan yaitu suara derit pintu dalam film horor akan menambah rasa mencekam.


  • Bahasa gambar/visual
Seringkali dalam benak kita muncul banyak pertanyaan ketika menonton film-film Indonesia, baik film cerita panjang maupun film dokumenter. Mengapa banyak film yang membosankan saat ditonton ? Mengapa tidak seperti film Hollywood, walaupun banyak ngomong tapi tidak membosankan ? Mengapa begini dan mengapa begitu ? Mungkin masih banyak lagi kata ‘mengapa’ yang dialamatkan kepada film Indonesia.  Setidaknya pertanyaan tersebut ditujukan pada film-film kawan-kawan kita di tingkat SMA yang mungkin pernah mengikuti workshop-workshop film di kotanya.  Ataupun film-film dokumenter yang ‘katanya’ dibuat oleh para pemenang festival ini dan itu, namun kalau ditonton, mengapa kurang menarik ?
Jawabannya memang tidak sederhana, sebab akan ada begitu banyak sumber yang memungkinkan menjawab kondisi tersebut.  Namun untuk mengawalinya perlu dikembalikan lagi ‘makhluk film’ ini pada ‘takdir’ dasarnya.  Ambil saja contoh, mengapa kalau kita menonton film-film Charlie Chaplin ataupun seri televisi dari Mr. Bean, walaupun nyaris tanpa suara (dialog) namun kita dapat mengerti dan tidak membosankan ?  Padahal ceritanya sangat sederhana.  Jawaban pendeknya adalah bahwa film Indonesia sekarang ini terlalu bertumpu pada dialog (film cerita) ataupun wawancara dan narasi (film dokumenter).  Secara tidak disadari film yang menggunakan pola dengan dialog dan wawancara yang tidak proporsional akan cenderung menggurui penontonnya dan menganggap bahwa penontonnya bodoh.
Sebagai bangsa, kita dianggap terbiasa bertutur secara verbal, namun seringkali secara tidak kita sadari sering melakukan komunikasi dengan bahasa non-verbal terutama bahasa visual. Misalnya saja di Jakarta untuk memberitahukan bahwa ada seseorang yang meninggal, maka kita tidak perlu memberitahukan kepada setiap orang di sekitar kita dengan telpon ataupun sms, namun bisa juga menggunakan bendera kuning dari kertas minyak yang diikat di tempat-tempat yang mudah dilihat orang.

Tapi apa bahasa visual itu ?
Secara sederhana bahasa visual adalah sebuah sarana penyampaian kepada penonton menggunakan hal-hal yang dapat ditangkap secara kasat mata. Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan bahasa visual ini, sebab bila dipahami hal tersebut memiliki tiga tingkatan.
1.     Universal
Bahasa visual tingkat pertama, biasanya dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya bila kita perlihatkan kepada penonton hal-hal yang bersifat kebendaan maka kita bisa merekam benda-benda seperti sabun, gelas, koran, sapu dan lain sebagainya.  Ataupun kita juga dapat memperlihatkan hal-hal yang bersifat tindakan seperti minum, mandi, duduk, tidur dan lain sebagainya yang kita lakukan sehari-hari. 
2.     Lokal/Sektoral
Kita bisa memperlihatkan burung merpati putih terbang.  Bisa jadi di Indonesia penontonnya akan menganggap bahwa artinya adalah kebebasan, namun bagaimana dengan tempat lain seperti di Thailand, hal tersebut dianggap sebagai tanda kematian.  Pada hal-hal yang sifatnya benda juga dapat kita tinjau, misalnya untuk tanda kematian di wilayah Jabodetabek kita dapat menonjolkan bendera kuning, namun bila ditonton oleh masyarakat dari Surabaya, mungkin mereka tidak akan paham.
3. Bahasa visual yang bersifat personal. Bahasa visual ini hanya berlaku bagi diri kita sendiri sang pembuat filmnya.

Lalu bagaimana menyampaikan bahasa visual di tingkat kedua dan ketiga ?
Sebenarnya kalau untuk latihan, usahakan agar bisa membuat film-film yang  menggunakan bahasa visual bersifat universal. Namun bukannya kita tidak bisa menggunakan tingkat kedua dan ketiga. Bisa saja dengan cara mengulang informasi tersebut hingga penonton memahami apa yang ingin kita sampaikan.

Bagian-bagian dalam film :
1.     Produser (Producer)
2.     Penulis Skenario (Script Writter)
3.     Sutradara (Director)
4.     Departemen Kamera (DoP/Director of Photography)
5.     Departemen Artistik (Art Director)
6.     Departemen Editing (Editor)
7.     Departemen Suara (Soundman)

1.     Produser (Producer)
Produser adalah seseorang yang membuat film dan bertanggung jawab atas filmnya secara langsung dan melaksanakannya secara sadar.
Tugas seorang produser dinyatakan selesai setelah film release/dinyatakan selesai.
Tugas dan Tanggung jawab Produser:
1.     Mencari dan mendapatkan ide cerita untuk produksi.
2.     Membuat proposal produksi berdasarkan ide atau skenario film.
3.     Menyusun rancangan produksi.
4.     Menyusun rencana pemasaran.
5.     Mengupayakan anggaran-dana untuk produksi.
6.     Mengawasi pelaksanaan produksi melalui laporan yang diterima dari semua departemen.
7.     Bertanggung jawab atas kontrak kerja  secara hukum dengan berbagai pihak dalam produksi yang dikelola.
8.     Bertanggung jawab atas seluruh produksi.



2.     Penulis scenario (Script Writter)
Penulis Skenario adalah sineas profesional yang menciptakan dan meletakkan dasar acuan bagi pembuatan film dalam bentuk (format) naskah (skenario).

3.     Sutradara (Director)
Sutradara menduduki posisi tertinggi dari segi artistik. Ia memimpin pembuatan film tentang bagaimana yang harus tampak oleh penonton. Sutradara harus mampu membuat film dengan wawasan, sense of art, serta pengetahuan tentang medium film, untuk mengontrol film dari awal produksi sampai dengan tahap penyelesaian.

4.     Penata kamera (Director of Photography)
Secara sederhana, Sinematografi dapat diartikan sebagai seni dan teknologi dari fotografi gambar bergerak (motion picture photography).
Seorang sinematografer diharapkan menterjemahkan naskah cerita dan konsep sutradara ke dalam imaji visual. Kolaborasi mereka sudah dimulai jauh sebelum shooting dimulai.

5.     Penata artistik (Art Director)
Tata Artistik sebagai seni dan kerajinan (craft) dari cara bertutur sinematik (cinematic storytelling).
Seorang production designer (perancang tata artistik) diharapkan mampu menterjemahkan skenario dan konsep cerita ke dalam bentuk artistik yang nyata (kasat mata). Kolaborasi sutradara, penata fotografi (DoP) dan production designer sudah dilaksanakan jauh sebelum shooting dimulai.
Tata Artistik berarti penyusunan segala sesuatu yang melatarbelakangi cerita film, yakni menyangkut pemikiran tentang setting. Yang dimaksud dengan setting adalah tempat dan waktu berlangsungnya cerita film.

6.     Editing (Editor)
Editing (penyuntingan gambar) dalam produksi film cerita untuk bioskop dan televisi adalah proses penyusunan atau perekonstruksian gambar dan dialog berdasarkan skenario dan konsep penyutradaraan untuk membentuk rangkaian penuturan cerita sinematik yang memenuhi standar dramatik, artistik, dan teknis.

7.     Penata Suara (Soundman)
Desain Suara adalah seni penciptaan dan penempatan suara yang tepat pada tempat dan saat yang tepat.

  • TAHAP SEDERHANA MEMBUAT FILM PENDEK
·        Ide cerita
Cerita terdiri dari dua elemen yaitu Tokoh dan Aksi. Dalam sebuah cerita tokoh harus melakukan sebuah aksi. Kita juga harus menentukan tema. Tema adalah tentang (Tokoh/Protagonis) yang (Aksi).
Ex: tentang Remaja yang  Tawuran
·        Membuat Sinopsis
Sinopsis adalah cerita dasar dalam suatu cerita di mana dari sebuah sinopsis kita bisa mengembangkan menjadi sebuah cerita.
Dalam membuat synopsis kita harus memasukkan beberapa pertanyaan untuk dasar sebuah cerita.
Ex:
1.     Siapa saja tokoh dalam cerita tersebut?
2.     Dimana lokasi cerita tersebut?
3.     Kapan waktu terjadinya?
4.     Apa yang di lakukan (aksi)?
5.     Mengapa melakukan aksi?

·        Membuat Skenario atau Storyboard
·        Persiapan atau riset
Sebelum syuting kita harus mempersiapkan semua yang di butuhkan dalam pembuatan film. Misalnya, alat-atat syuting, lokasi syuting, kostum pemain, property yang di butuhkan, dll.

·        Shooting atau pengambilan gambar
·        Editing
Editing adalah tahap akhir dan final dalam hasil sebuah film. Mengedit gambar, tambahan musik/soundtrack, membuat credit title, dll...

******