MATERI WORKSHOP FILM
- Pengertian dan sejarah film
Pengertian
film dari kamus bahasa Indonesia. Yang pertama, film merupakan sebuah selaput
tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif
dari sebuah objek. Yang kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup.
Dalam konteks khusus, film diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang
biasanya juga disimpan dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar
negatif. Meskipun kini film bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput
seluloid saja. Film dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam
media digital.
Film pertama Indonesia “Darah dan
Doa” yang di sutradarai oleh Usmar Ismail. Hari pertama syuting darah dan doa
di tetapkan menjadi hari perfilman nasional yaitu tanggal 30 Maret 1950 dan
Usmar Ismail adalah bapak perfilman Indonesia.
- Mengapa kita membuat film? (Tujuan Membuat Film)
Ada banyak alasan orang untuk membuat film.
Karena tugas, atau karena keinginan dari hati atau biar keliatan keren. Masing-masing
orang punya alasan tersendiri mengapa dia membuat film dengan ide mereka
masing-masing dan tujuan masing-masing.
- Jenis-jenis film
1. Fiksi :
Film imajinasi, fantasi.
2. Dokumenter :
Realita dan fakta.
3. Eksperimental :
Abstrak yang sifatnya tehnis.
4. Animasi :
Kartun, 3D
- Genre film
1.
Drama
2.
Komedi
3.
Horror
4.
Action
5.
Musikal
6.
Petualangan
7.
Thriller
8.
Dll…
- Tahap-tahap dalam produksi film
Development
Biasa di sebut juga pengembangan, tahapam ini membahas tentang ide, synopsis, treatment dan scenario.
Biasa di sebut juga pengembangan, tahapam ini membahas tentang ide, synopsis, treatment dan scenario.
Melibatkan
Sutradara, produser dan penulis scenario
Pra-produksi
Membahas tentang kesiapan equipment, lokasi, budgeting, schedule, casting dll. Yang melibatkan semua crew inti dari tiap department
Membahas tentang kesiapan equipment, lokasi, budgeting, schedule, casting dll. Yang melibatkan semua crew inti dari tiap department
Produksi
Shooting. Melibatkan semua/seluruh crew inti, assisten, unit produksi dll.
Shooting. Melibatkan semua/seluruh crew inti, assisten, unit produksi dll.
Pasca-Produksi
Melibatkan editor, ass.editor, computer grafik, sound desiner, pemusik, unit, sutradara dan produser.
Melibatkan editor, ass.editor, computer grafik, sound desiner, pemusik, unit, sutradara dan produser.
Distribusi
Menyangkup semua hal tentang penyaluran hal-hal untuk siap di tayangkan, menyangkup promosi dll.
Menyangkup semua hal tentang penyaluran hal-hal untuk siap di tayangkan, menyangkup promosi dll.
Eksebisi
Penayangan di beberapa tempat, baik itu bioskop (Theaterical Release) maupun di ajang-ajang festival baik itu kompetisi ataupun eksebisi. Sedangkan pada golongan non theatrical release berupa penayangan dalam bentuk home video (DVD, VCD, Video on demand, Internet, Transportasi, Kampus-kampus dll..)
Penayangan di beberapa tempat, baik itu bioskop (Theaterical Release) maupun di ajang-ajang festival baik itu kompetisi ataupun eksebisi. Sedangkan pada golongan non theatrical release berupa penayangan dalam bentuk home video (DVD, VCD, Video on demand, Internet, Transportasi, Kampus-kampus dll..)
- Bahasa suara (Audio)
Bahasa
suara di dalam film tidak selalu berkonotasi dengan dialog, sebab kalau kita
pernah menonton film horor, maka bisa jadi kita dapat ketakutan padahal yang
berbunyi adalah derit pintu ataupun hanya suara angin.
Lalu
kapan suara, terutama dialog dapat digunakan ?
Bila
melihat teori produksi film klasik dalam menggunakannya, maka suara dapat
digunakan bila :
-Gambar
Tidak Lagi Efektif.
Misalkan
kita membuat sebuah gambar laki-laki yang terlihat sedih, maka selama apapun
kita memperlihatkannya kepada penonton, maka penonton hanya akan menebak-nebak
mengapa dia bersedih. Inilah yang dimaksud bahwa gambar tidak lagi efektif
untuk menyampaikan pesan. Maka suara dapat dimasukkan misalnya, “Apa salahku
sayang, hingga engkau sudi meninggalkanku ?”. Dengan cepat penonton bisa
menebak bahwa lelaki tersebut sedang bersedih karena patah hati.
-Gambar
Tidak Lagi Efisien.
Misalnya,
film Wiro Sableng di mana pada sequence awal penonton disuguhi adegan-adegan
mendetil yang menjelaskan siapa sebenarnya Wiro Sableng, mulai dari
bapak-ibunya maupun nenek yang juga sekaligus gurunya, Sinto Gendeng.
Pada
pertengahan film, Wiro Sableng berkelahi dengan Tapak Gajah yang akhirnya dapat
dikalahkannya. Dalam keadaan sekarat, Tapak Gajah bertanya siapa sesungguhnya
Wiro Sableng karena dia mengenal sekali jurus-jurus yang digunakan.
Bayangkan
kalau penonton harus disuguhi lagi sebuah flashback adegan-adegan awal, selain
durasi film yang akan bertambah panjang, juga akan membuat informasinya tidak
efisien (bertele-tele). Padahal akan lebih fungsional bila dibuat adegan Wiro
Sableng menjawab : “Aku adalah murid Sinto Gendeng”.
-Sebagai
Penunjang Realitas Gambar.
Misalkan
ada sebuah gambar jalan raya, maka agar realitasnya harus ada suara mobil,
motor maupun atmosfir lainnya.
Selain
teori produksi film dalam membahas penggunaan suara, maka ada fungsi lain dalam
menggunakan suara yaitu :
·
Pembentuk Ruang
Misalkan
gambar yang diperlihatkan penonton adalah sebuah ruang kelas, maka ketika suara
atmosfer yang diperdengarkan adalah suara deburan ombak, maka penonton akan
berasumsi bahwa sekolah tersebut ada di dekat pantai.
·
Pembentuk Waktu
Misalkan
gambar yang diperlihatkan penonton adalah sebuah perkampungan pada malam hari,
maka ketika diperdengarkan suara ayam berkokok, maka penonton akan berasumsi
bahwa pada saat itu sekitar jam setengah tiga pagi.
Contoh
lain, adegan yang diperlihatkan penonton adalah seorang ibu yang sedang
menyulam, maka ketika suara yang diperdengarkan adalah dentang bel dua kali,
maka penonton akan berasumsi bahwa pada saat itu jam dua.
1. Pembentuk Suasana & Dramatik.
Suara
bisa menambah suasana, sebenarnya sering dilakukan oleh para pembuat film
pemula, yaitu dengan menggunakan musik. Sayangnya seringkali penggunaannya tidak
proporsional alias kebablasan. Namun sesungguhnya dalam membentuk suasana tidak
selalu suara musik yang dapat digunakan, efek suara seperti angin juga dapat
membentuk suasana sejuk ketika gambar yang diperlihatkan adalah pegunungan dan
hamparan hijau sawah. Sedangkan untuk menambah dramatisasi, seperti yang
dicontohkan di awal pembahasan yaitu suara derit pintu dalam film horor akan
menambah rasa mencekam.
- Bahasa gambar/visual
Seringkali
dalam benak kita muncul banyak pertanyaan ketika menonton film-film Indonesia,
baik film cerita panjang maupun film dokumenter. Mengapa banyak film yang
membosankan saat ditonton ? Mengapa tidak seperti film Hollywood, walaupun
banyak ngomong tapi tidak membosankan ? Mengapa begini dan mengapa begitu ?
Mungkin masih banyak lagi kata ‘mengapa’ yang dialamatkan kepada film
Indonesia. Setidaknya pertanyaan tersebut ditujukan pada film-film
kawan-kawan kita di tingkat SMA yang mungkin pernah mengikuti workshop-workshop
film di kotanya. Ataupun film-film dokumenter yang ‘katanya’ dibuat oleh
para pemenang festival ini dan itu, namun kalau ditonton, mengapa kurang
menarik ?
Jawabannya
memang tidak sederhana, sebab akan ada begitu banyak sumber yang memungkinkan
menjawab kondisi tersebut. Namun untuk mengawalinya perlu dikembalikan
lagi ‘makhluk film’ ini pada ‘takdir’ dasarnya. Ambil saja contoh,
mengapa kalau kita menonton film-film Charlie Chaplin ataupun seri televisi
dari Mr. Bean, walaupun nyaris tanpa suara (dialog) namun kita dapat mengerti
dan tidak membosankan ? Padahal ceritanya sangat sederhana. Jawaban
pendeknya adalah bahwa film Indonesia sekarang ini terlalu bertumpu pada dialog
(film cerita) ataupun wawancara dan narasi (film dokumenter). Secara
tidak disadari film yang menggunakan pola dengan dialog dan wawancara yang
tidak proporsional akan cenderung menggurui penontonnya dan menganggap bahwa
penontonnya bodoh.
Sebagai
bangsa, kita dianggap terbiasa bertutur secara verbal, namun seringkali secara
tidak kita sadari sering melakukan komunikasi dengan bahasa non-verbal terutama
bahasa visual. Misalnya saja di Jakarta untuk memberitahukan bahwa ada
seseorang yang meninggal, maka kita tidak perlu memberitahukan kepada setiap
orang di sekitar kita dengan telpon ataupun sms, namun bisa juga menggunakan
bendera kuning dari kertas minyak yang diikat di tempat-tempat yang mudah
dilihat orang.
Tapi
apa bahasa visual itu ?
Secara
sederhana bahasa visual adalah sebuah sarana penyampaian kepada penonton
menggunakan hal-hal yang dapat ditangkap secara kasat mata. Setidaknya ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan bahasa visual ini, sebab
bila dipahami hal tersebut memiliki tiga tingkatan.
1.
Universal
Bahasa visual tingkat pertama, biasanya dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya bila kita perlihatkan kepada penonton hal-hal yang bersifat kebendaan maka kita bisa merekam benda-benda seperti sabun, gelas, koran, sapu dan lain sebagainya. Ataupun kita juga dapat memperlihatkan hal-hal yang bersifat tindakan seperti minum, mandi, duduk, tidur dan lain sebagainya yang kita lakukan sehari-hari.
Bahasa visual tingkat pertama, biasanya dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya bila kita perlihatkan kepada penonton hal-hal yang bersifat kebendaan maka kita bisa merekam benda-benda seperti sabun, gelas, koran, sapu dan lain sebagainya. Ataupun kita juga dapat memperlihatkan hal-hal yang bersifat tindakan seperti minum, mandi, duduk, tidur dan lain sebagainya yang kita lakukan sehari-hari.
2.
Lokal/Sektoral
Kita bisa memperlihatkan burung merpati putih terbang. Bisa jadi di Indonesia penontonnya akan menganggap bahwa artinya adalah kebebasan, namun bagaimana dengan tempat lain seperti di Thailand, hal tersebut dianggap sebagai tanda kematian. Pada hal-hal yang sifatnya benda juga dapat kita tinjau, misalnya untuk tanda kematian di wilayah Jabodetabek kita dapat menonjolkan bendera kuning, namun bila ditonton oleh masyarakat dari Surabaya, mungkin mereka tidak akan paham.
Kita bisa memperlihatkan burung merpati putih terbang. Bisa jadi di Indonesia penontonnya akan menganggap bahwa artinya adalah kebebasan, namun bagaimana dengan tempat lain seperti di Thailand, hal tersebut dianggap sebagai tanda kematian. Pada hal-hal yang sifatnya benda juga dapat kita tinjau, misalnya untuk tanda kematian di wilayah Jabodetabek kita dapat menonjolkan bendera kuning, namun bila ditonton oleh masyarakat dari Surabaya, mungkin mereka tidak akan paham.
3.
Bahasa visual yang bersifat personal. Bahasa visual ini hanya berlaku bagi diri
kita sendiri sang pembuat filmnya.
Lalu
bagaimana menyampaikan bahasa visual di tingkat kedua dan ketiga ?
Sebenarnya
kalau untuk latihan, usahakan agar bisa membuat film-film yang
menggunakan bahasa visual bersifat universal. Namun bukannya kita tidak bisa
menggunakan tingkat kedua dan ketiga. Bisa saja dengan cara mengulang informasi
tersebut hingga penonton memahami apa yang ingin kita sampaikan.
Bagian-bagian dalam film :
1.
Produser (Producer)
2.
Penulis Skenario (Script
Writter)
3.
Sutradara (Director)
4.
Departemen
Kamera
(DoP/Director of Photography)
5.
Departemen
Artistik (Art
Director)
6.
Departemen
Editing
(Editor)
7.
Departemen Suara (Soundman)
1.
Produser (Producer)
Produser
adalah seseorang yang membuat film dan bertanggung jawab atas filmnya secara
langsung dan melaksanakannya secara sadar.
Tugas
seorang produser dinyatakan selesai setelah film release/dinyatakan selesai.
Tugas dan Tanggung jawab Produser:
1.
Mencari dan
mendapatkan ide cerita untuk produksi.
2.
Membuat proposal
produksi berdasarkan ide atau skenario film.
3.
Menyusun
rancangan produksi.
4.
Menyusun rencana
pemasaran.
5.
Mengupayakan
anggaran-dana untuk produksi.
6.
Mengawasi
pelaksanaan produksi melalui laporan yang diterima dari semua departemen.
7.
Bertanggung jawab
atas kontrak kerja secara hukum dengan berbagai pihak dalam produksi yang
dikelola.
8.
Bertanggung jawab
atas seluruh produksi.
2. Penulis scenario
(Script Writter)
Penulis
Skenario adalah sineas profesional yang menciptakan dan meletakkan dasar acuan
bagi pembuatan film dalam bentuk (format) naskah (skenario).
3. Sutradara (Director)
Sutradara
menduduki posisi tertinggi dari segi artistik. Ia memimpin pembuatan film
tentang bagaimana yang harus tampak oleh penonton. Sutradara harus mampu
membuat film dengan wawasan, sense of art, serta pengetahuan tentang medium
film, untuk mengontrol film dari awal produksi sampai dengan tahap
penyelesaian.
4. Penata
kamera (Director of Photography)
Secara
sederhana, Sinematografi dapat diartikan sebagai seni dan teknologi dari
fotografi gambar bergerak (motion picture photography).
Seorang
sinematografer diharapkan menterjemahkan naskah cerita dan konsep sutradara ke
dalam imaji visual. Kolaborasi mereka sudah dimulai jauh sebelum shooting
dimulai.
5. Penata
artistik (Art Director)
Tata
Artistik sebagai seni dan kerajinan (craft) dari cara bertutur sinematik
(cinematic storytelling).
Seorang
production designer (perancang tata artistik) diharapkan mampu menterjemahkan
skenario dan konsep cerita ke dalam bentuk artistik yang nyata (kasat mata).
Kolaborasi sutradara, penata fotografi (DoP) dan production designer sudah
dilaksanakan jauh sebelum shooting dimulai.
Tata
Artistik berarti penyusunan segala sesuatu yang melatarbelakangi cerita film,
yakni menyangkut pemikiran tentang setting. Yang dimaksud dengan setting adalah
tempat dan waktu berlangsungnya cerita film.
6. Editing (Editor)
Editing
(penyuntingan gambar) dalam produksi film cerita untuk bioskop dan televisi
adalah proses penyusunan atau perekonstruksian gambar dan dialog berdasarkan
skenario dan konsep penyutradaraan untuk membentuk rangkaian penuturan cerita
sinematik yang memenuhi standar dramatik, artistik, dan teknis.
7. Penata Suara
(Soundman)
Desain
Suara adalah seni penciptaan dan penempatan suara yang tepat pada tempat dan
saat yang tepat.
- TAHAP SEDERHANA MEMBUAT FILM PENDEK
·
Ide cerita
Cerita terdiri
dari dua elemen yaitu Tokoh dan Aksi. Dalam sebuah cerita tokoh harus melakukan
sebuah aksi. Kita juga harus menentukan tema. Tema adalah tentang (Tokoh/Protagonis)
yang (Aksi).
Ex: tentang Remaja yang Tawuran
·
Membuat Sinopsis
Sinopsis adalah
cerita dasar dalam suatu cerita di mana dari sebuah sinopsis kita bisa
mengembangkan menjadi sebuah cerita.
Dalam membuat
synopsis kita harus memasukkan beberapa pertanyaan untuk dasar sebuah cerita.
Ex:
1. Siapa saja tokoh dalam cerita tersebut?
2. Dimana lokasi cerita tersebut?
3. Kapan waktu terjadinya?
4. Apa yang di lakukan (aksi)?
5. Mengapa melakukan aksi?
·
Membuat Skenario atau Storyboard
·
Persiapan atau riset
Sebelum
syuting kita harus mempersiapkan semua yang di butuhkan dalam pembuatan film.
Misalnya, alat-atat syuting, lokasi syuting, kostum pemain, property yang di
butuhkan, dll.
·
Shooting atau pengambilan gambar
·
Editing
Editing
adalah tahap akhir dan final dalam hasil sebuah film. Mengedit gambar, tambahan
musik/soundtrack, membuat credit title, dll...
******
Get the complete details about gold price in hyderabad and for more click here
ReplyDeletegold rate in hyderabad
Get the complete details about today silver rate in delhi. For more click here
ReplyDeletesilver price in delhi
AP POLYCET Syllabus 2017 & Exam Pattern is available here for download. Get the Subjectwise APPOLYCET Exam topics
ReplyDeleteAP POLYCET Exam Syllabus
Here you can get the details about IBPS PO Syllabus 2017 and topic wise Exam Pattern. Get the details of IBPS PO syllabus.
ReplyDeleteIBPS Exam Syllabus
Undercounter Icemakers will give freedom to create as much ice. Detailed list of the undercounter ice maker reviews here.
ReplyDeleteTop 5 Undercounter Ice Machine
DIETCET Previous year Question Papers with Answers. Here you can Download TS DEECET Previous Papers.
ReplyDeleteTS DEECET Previous Papers
Syma X5C Explorer is the drone explicitly for beginners and kids. Here check out these top 10 best drones for kids
ReplyDeleteBest Drones For Kids
Oriental Insurance Company is a public sector general insurance firm in India. For more click here
ReplyDeleteClick here
Thanks for sharing information.To get more details about
ReplyDeleteLatest government Jobs Notification